GENDER DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN

GENDER DAN PENGUATAN PERAN PEREMPUAN (INKLUSI SOSIAL) DALAM PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN

DR. VALENTINA SAGALA, S.E., S.H., M.H.

Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya; Pendiri Arts for Women dan Institut Perempuan; Pakar/Panja Pemerintah untuk UU Kekerasan Seksual dan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (2020-2024); Pakar/Tenaga Ahli Kemendikbudristek untuk Gender, Inklusivitas, HAM, dan Perlindungan Anak (2023-2024)


Women and culture, women in culture, cultural rights of women, women’s contribution to culture, women, culture and development merupakan sebagian isu yang mengemuka ketika membincangkan tentang perempuan dan kebudayaan, baik dalam dinamika dunia akademik maupun kehidupan praktik bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Perempuan sebagai entitas penting dalam masyarakat, sebagai subyek pembangunan, memiliki peran strategis dalam pemajuan kebudayaan, baik dalam upaya pelindungan kebudayaan dan tradisi, diplomasi, promosi, dan kerja sama kebudayaan, maupun pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) mengamanatkan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pasal 32 ayat (1) UUD NRI 1945 mengamanatkan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

Tahun 2017 menjadi penting ketika Indonesia memiliki UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. UU ini dilandasi semangat Negara memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dan menjadikan kebudayaan sebagai investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa demi terwujudnya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan oleh UUD NRI 1945. UU ini mengamanatkan Dana Abadi Kebudayaan, yang dikelola Kementerian, disalurkan kepada pegiat budaya melalui Dana Indonesiana.

Kebudayaan Nasional Indonesia adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar kebudayaan yang hidup dan berkembang di Indonesia. Perkembangan tersebut bersifat dinamis, yang ditandai oleh adanya interaksi antar-kebudayaan baik di dalam negeri maupun dengan budaya lain dari luar Indonesia dalam proses dinamika perubahan dunia. Dalam konteks tersebut, bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah, tantangan, dan peluang dalam memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia.

Sejalan dengan konstitusi UUD NRI 1945, Indonesia juga memiliki UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (the Convention on the Elimination of All Forms of Disccrimination against Women/CEDAW). Ini merupakan wujud nyata komitmen Indonesia untuk tidak membenarkan adanya diskriminasi terhadap perempuan, termasuk dalam bidang budaya.
Pemajuan kebudayaan nasional Indonesia dilaksanakan berlandaskan Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal lka. Asas pemajuan kebudayaan nasional Indonesia adalah toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan, dan gotong royong. Karenanya kesetaraan gender dan penguatan peran perempuan merupakan aspek penting yang harus diintegrasikan dalam pemajuan kebudayaan nasional. Hal ini sejalan pula dengan dokumen Asta Cita, khususnya Asta Cita 4 dan 8, yang saat ini telah diintegrasikan dalam Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2025-2029 (RPJMN 2025-2029).

RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden Prabowo serta Wakil Presiden Gibran, yang disusun berdasarkan RPJPN yang termuat dalam UU No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2025-2045. Dimana Prioritas Nasional sejalan dengan Misi dan Visi Presiden dan Wakil Presiden antara lain:

  • Prioritas Nasional 4: Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
  • Prioritas Nasional 8: Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya, serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Pengarutamaan Pembangunan dalam RPJMN 2025-2029: Gender dan Inklusi Sosial
RPJMN yang baru memliki peran penting karena merupakan (Pasal 2 Ayat (6)):
1. dasar hukum bagi kementerian/lembaga dalam menyusun Renstra-KL;
2. dasar hukum penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan memperhatikan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dalam mencapai sasaran Pembangunan Nasional yang termuat di dalam RPJMN;
3. dasar hukum bagi Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah;
4. pedoman dasar dalam pengendalian dan evaluasi pelaksanaan RPJMN; dan
5. pedoman bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional.

RPJMN Tahun 2025-2029 menggunakan lima pengarusutamaan pembangunan. Esensi dari pengarusutamaan pembangunan adalah memperluas kemanfaatan dari hasil pembangunandan mengurangi dampak yang tidak diinginkan, sehingga terciptapemerataan dan keadilan untuk seluruh masyarakat dengan tetap menjaga kualitaslingkungan. Pengarusutamaan dilakukan melalui pengintegrasian secara konsisten pendekatan: (i) Gender dan Inklusi Sosial, (ii) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, (iii)Transformasi Digital, (iv) Pembangunan Rendah Karbon, dan (v) Pembangunan Berketahanan Iklim kedalam seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pemerintah (pusat-daerah), serta inisiatif pembangunan lain yang dilakukan oleh non state actors.

Penempatan Gender sebagai pendekatan pembangunan sejalan dengan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini telah menjadi dasar bagi Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan di bidang-bidang pembangunan terkait.

Rekomendasi
Sebagai Kementerian “baru” yang diharapkan memiliki posisi strategis dalam pembangunan bidang kebudayaan, Kementerian Kebudayaan kiranya perlu memastikan Renstra dan Rencana Kerja Pemerintah mengintegrasikan secara konsisten pendekatan gender dan inklusi sosial. Dengan demikian pengarustamaan gender dan inklusi sosial perlu tercermin dan terwujud dalam kebijakan, program, dan kegiatan Kementerian agar berdampak bagi masyarakat, termasuk perempuan yang bergerak untuk membangun kemajuan kebudayaan.

Di tingkat kebijakan, Menteri perlu mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Pengarusutamaan Gender dan Inklusi Sosial dalam Pemajuan Kebudayaan, sebagaimana telah ada Permen Pendidikan Nasional No. 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender dalam Pendidikan Nasional. Menteri juga perlu mengeluarkan RoadMap Pengarustamaan Gender dan Inklusi dalam Pemajuan Kebudayaan.

Sejalan dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (KIA), kiranya Kementerian Kebudayaan perlu segera mengeluarkan kebijakan, program, dan kegiatan pula terkait pencegahan dan penanganan TPKS, maupun terkait KIA.

Kolaborasi (collaborative approach) antara pemerintah dengan non-state actors menjadi salah satu pendekatan kunci yang sangat penting dalam pembangunan. Berbagai inisiatif-inisiatif perempuan insan budaya bertebaran dari Aceh sampai Papua. Mereka merawat budaya, merawat bangsa Indonesia. Collaborative approach sebenarnya bukan barang baru dalam budaya Indonesia. Kita mengenalnya sebagai bagian dari budaya Indonesia, yaitu gotong royong. Gotong royong untuk mencapai cita-cita bersama. Berbagai kajian menunjukkan perempuan (ibu) merupakan subyek yang terdepan merawat budaya gotong royong ini, jauh sejak pra kemerdekaan, kemerdekaan, dan semoga selamanya.

Melinda Gates mengatakan “When we invest in women and girls, we are investing in the people who invest in everyone else.”. Untuk pernyataan ini, saya sependapat.


Makalah dibawakan dalam Audiensi Arts for Women dengan Menteri Kebudayaan RI, Bapak Dr. Fadli Zon, di Jakarta, 14 Maret 2025. Pengutipan harap sesuai pengutipan karya tulis ilmiah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *