Buku Kumpulan Puisi : Perempuan Yang Melihat Neraka

Buku Kumpulan Puisi Dr. Valentina Sagala : Perempuan Yang Melihat Neraka

Sastra, Seni, Kebudayaan, dan Feminisme

Buku puisi karya Dr. R. Valentina Sagala, S.E., S.H., M.H., berjudul “Perempuan yang Melihat Neraka” terbit tahun 2021. Buku berisi 60 puisi ini merupakan buku Kumpulan puisi Valentina, setelah sebelumnya dia dikenal sebagai penyair feminis ketika menerbitkan “Seperti Pagi: Kredo dan Puisi-Puisi Feminis”. Lewat buku puisi tersebutlah, the Jakarta Post menyebutnya sebagai penyair feminist (a “feminist poet”).

Valentina yang lebih dikenal sebagai pakar hukum dan aktivis hak asasi manusia khususnya perempuan dan anak, juga bergiat di dunia sastra, seni, dan kebudayaan. Di bidang kebudayaan, seni, dan sastra, komitmennya ditunjukkan dengan aktif mempromosikan perspektif gender dan feminisme dalam sastra, seni, dan budaya. Pidato Kebudayaan yang pernah ditulis dan dibacakannya di Gedung Perfilman Usmar Ismail dalam rangka “International Women’s Day”, berjudul “Rasa Cinta (dan Pikir Cinta)” terbit Agustus 2011, diterjemahkan dalam bahasa Inggris “Sense of Love (and Thoughts of Love)”. Selain menulis puisi dan cerita pendek, bersama beberapa pegiat sastra, seni, dan budaya, mereka mendirikan ArtsforWomen. Beberapa kali ia juga menjadi juri lomba cipta puisi bertema perempuan.

Beberapa waktu lalu, artis kawakan Cornelia Agatha membacakan puisi Valentina dari buku ini, yang berjudul sama dengan judul bukunya, yaitu “Perempuan yang Melihat Neraka”, dalam Webinar & Konferensi Pers 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2024, yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan. Melalui Webinar tersebut, puisi ini semakin dikenal publik. Berikut puisi tersebut.

Perempuan yang Melihat Neraka

Kau hadiahi metafora
untuk perempuan pengelana
pencari surga tergelap
yang tak pernah mengecewakan

Perempuan itu telah melihat neraka
dengan raut wajahmu pucat pasi
gemetar tulang-tulangmu
menahan perih menyengat

Terbiasa gagal, kau rengkuh perempuan itu
dengan bara di kepalamu
secara religius
secara memuaskan

Ketidaknormalan menjadi beralasan
kegagahanmu dalam linang pedih
perempuan yang melihat neraka:
aku

Selain puisi “Perempuan yang Melihat Neraka”, beberapa puisi lain yang termuat dalam buku ini antara lain “Anak Laki-laki yang Ingin Pulang”, “Menikmatimu di Suatu Subuh”, “Keintiman Terakhir”, “Mata Matahari”, “Kusesap Engkau”, “Mantram Cinta”, dan “Kupinang SalibMu”.

Puisi merupakan salah satu topik kajian feminisme yang kini semakin berkembang. Dengan kata-kata yang puitis, para penyair perempuan mengeksplorasi, memperjuangkan, dan merayakan pengalaman hidup perempuan, sekaligus berdialog, dan melawan penindasan.

Area atau isu yang diangkat oleh para penyair feminis dalam merayakan pengalaman tubuhnya sangatlah beragam mulai dari topik intim seperti relasi diri dengan orang lain dan Tuhan, hingga ranah publik seperti dunia kerja, alam, lingkungan, pelayanan publik, sistem peradilan, dan sebagainya. Dalam puisi-puisi Valentina, kegelisahan berkelindan, mengajak pembaca masuk dalam warna warni pengalaman perempuan yang tidak tunggal.

Puisi-puisi Valentina banyak dibacakan oleh para penyair. Salah satu yang juga dibicarakan publik adalah puisi “Ombak Terbesar di Kepalamu”. Puisi ini pernah dibacakan penyair perempuan Ratna Ayu Budhiarti (https://www.youtube.com/watch?v=za5opOIqY6U ). Berikut puisi tersebut.

Ombak Terbesar di Kepalamu

Semua orang pernah takut
di kepala
aku takut
aku sangat takut

“Aku hanya menunggu ombak yang tepat”

Ombak terbesar
agar kau bisa mendayung dalam ombak ini
menjemput apa yang tertinggal
di wujud abadimu

Sementara aku tengah
merawat senja menguning
ombak tertepat di kepalamu

(Lihat di Youtube)

Para feminis meyakini puisi dapat menjadi medium atau alat strategis bagi perempuan untuk mengeskpresikan pengalaman hidup, pemikiran, dan perjuangan perempuan. Puisi juga dapat dipilih menjadi alat pembebasan atau alat pemulihan dari pengalaman traumatik, baik kekerasan, krisis, teror, konflik, perang, atau situasi kedaruratan seperti bencana.

Puisi menjadi cerminan realitas dan refleksi perempuan, alat pemberdayaan untuk menantang struktur kekuasaan, dan kebebasan berekspresi guna membangun solidaritas dan gerakan.

Semoga semakin banyak perempuan Indonesia yang begerak dengan puisi, sastra, seni, dan budaya.